Minggu, 12 Desember 2010

konservasi di Indonesia


PENDAHULUAN

  Tanah merupakan unsur penting dalam setiap kehidupan di muka bumi ini. Banyak organisme menggantungkan hidup kepadanya, baik hewan maupun tumbuhan dan tak terkecuali manusia. Manusia memegang peranan penting didalam pemanfaatan lahan, pelestarian dan pengrusakan lahan. Banyak sekali lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi daerah perindustrian dengan bangunan-bangunan pabrik yang berdiri tegak di atasnya. Perambahan hutan serta penjarahan hutan menjadi sorotan yang tajam pada beberapa tahun terakhir, karena hal itu menjadi penyebab utama dari beberapa kasus bencana alam baik banjir maupun tanah longsor. Kenapa bencana alam itu dapat terjadi, jawabanya adalah karena hutan tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya, dan erosi menjadi faktor yang begitu membahayakan bagi keberlanjutan lahan.
Akibat yang ditimbulkan oleh erosi maupun sedimentasi sama-sama tidak menguntungkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan baik di lahan pertanian maupun pada kawasan hutan. Misalnya akibat erosi yang terjadi akan mengurangi produktivitas lahan dan menurunkan kelas kemampuan penggunaan lahan. Dan juga sedimentasi mempengaruhi pengurangan kegunaan umur waduk.
Bahaya erosi tersebut akan sangat terasa apabila intensitasnya begitu besar. Akibat erosi, tanah akan menjadi labil dan lama kelamaan akan terkikis habis. Penurunan produktifitas tanah akibat erosi juga akan menjadi ancaman yang besar bagi kehidupan, terlebih apabila dikaitkan dengan ketersediaan akan kebutuhan pangan serta bencana yang akan ditimbulkan terhadap kehidupan manusia apabila erosi dibiarkan terus menerus. Tanaman-tanaman pangan yang semula sangat produktif sehingga mencukupi kebutuhan akan pangan, akan mengalami penurunan produksi dan menjadi masalah serius. Sehingga penanaman kesadaran akan pentingnya kelestarian tanah, serta usaha-usaha konservasi tanah dan air harus mampu diterapkan di tengah-tengah masyarakat yang besar ini. Oleh karena itu, sebelum melakukan konservasi tanah dan air tersebut, kita perlu mengenal apa erosi itu, seberapa prosentase dan tingkatan erosi itu, serta apa saja yang dapat hilang akibat erosi (tanah dan batuan).
ISI
Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena stres yang yang ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan. Erosi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor alam secara alami maupun oleh adanya tindakan dari manusia yang berusaha untuk mengolah tanah dan lingkungan demi kepentingannya (Ahmad Basyar dkk, 2006). Erosi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.       Erosi Normal (normal erosion) adalah erosi yang terjadi secara alami bergantung pada faktor-faktor geologi yang mempengaruhinya. Erosi ini berlangsung secara normal dilapangan tanpa adanya campur tangan manusia. Keberlangsungan erosi ini melalui tiga tahap yaitu: Pertama, agregat-agregat tanah mengalami pemecahan sehingga terbentuklah butiran-butiran tanah yang relatif kecil dibanding sebelumnya. Kedua, terjadi pemindahan partikel tanah yang lebih kecil tadi melalui penghanyutan dan atau karena kekuatan angin. Ketiga, setelah hanyut terbawa air atau angin maka partikel tanah tersebut diendapkan pada tempat yang lebih rendah ataupun didasar sungai.
Erosi normal biasanya tidak banyak membawa dampak buruk bagi kehidupan manusia juga bagi keseimbangan alam. Biasanya terjadinya dalam intensitas kecil saja, karena partikel yang terangkut seimbang dengan banyaknya jumlah tanah yang terbentuk pada daerah yang lebih rendah itu.
2.      Erosi Dipercepat (accelerated erosion), Didalam proses erosi ini dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang melakukan tindakan terhadap kondisi tanah. Tindakan tersebut bersifat negatif atau telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan tanah dan lahan pertaniannya. Oleh karena itu manusia dalam hal ini berperan membantu terjadinya erosi dipercepat. Biasanya erosi ini menimbulkan ketidakseimbangan antara tanah yang terangkut ke daerah yang rendah dengan pembentukan tanah. Tanah yang terpindahkan jauh lebih besar jumlahnya daripada tanah yang baru terbentuk, sehingga akan membawa malapetaka yang karena memang lingkungannya telah mengalami kerusakan-kerusakan, menimbulkan kerugian besar seperti banjir, longsor, kekeringan, ataupun turunnya produktifitas tanah.
Erosi yang terjadi pada setiap wilayah akan berbeda-beda tergantung dari kondisi iklim dan faktor lain yang akan dijelaskan pada bahasan selanjutnya. Indonesia tergolong daerah yang beriklim tropis lembab, sehingga erosi yang terjadi disebabkan karena penghanyutan oleh air. Ini berdasarkan data rata-rata curah hujan di Indonesia yang melebihi 1500 mm/tahun. Sedangkan pada daerah yang beriklim tropis kering dan sub tropis agen utama yang mempengaruhi erosi adalah angin. Untuk Indonesia sendiri, akibat dari erosi banyak terjadi diberbagai daerah dengan macam-macam bentuknya.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya erosi diantaranya adalah:
1.      Iklim, mempengaruhi erosi oleh karena menentukan indeks erosifitas hujan. Selain itu, komponen iklim yaitu curah hujan dapat mempengaruhi laju erosifitas secara terus menerus sesuai intensitas hujan yang terjadi.
2.      Tanah, menentukan besar kecilnya laju pengikisan (erosi) dan dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah (kepekaan tanah terhadap erosi atau ketahanan tanah terhadap adanya erosi).
3.      Topografi, Kondisi wilayah yang dapat menghanyutkan tanah sebagai sedimen erosi secara cepat adalah wilayah yang memiliki kemiringan lereng yang cukup besar. Sedangkan pada wilayah yang landai akan kurang intensif laju erosifitasnya, karena lebih cenderung untuk terjadi penggenangan.
4.      Tanaman Penutup Tanah, berperan untuk menjaga agar tanah lebih aman dari percikan-percikan yang terjadi akibat jatuhnya air hujan ke permukaan tanah. Selain melindungi dari timpaan titik-titik hujan, vegetasi juga berfungsi untuk memperbaiki susunan tanah dengan bantuan akar-akar yang menyebar.
5.      Manusia, penyebab cepatnya laju erosi maupun menekan laju erosi. Dalam proses mempercepat erosi, manusia banyak melakukan kesalahan dalam pengelolaan lingkungan, seperti penambangan, eksploitasi hutan, pengerukan tanah, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam penanggulangan laju erosi, manusia dapat melakukan evaluasi konservasi lahan dengan cara reboisasi, pembuatan terasering pada areal pertanian,dan lain-lain.
Bentuk-bentuk erosi ini merujuk pada erosi yang terjadi secara accelerated. Kartasapoetra dalam bukunya “Teknologi Konservasi Tanah dan Air” menyebutkan bentuk-bentuk erosinya adalah:
1.      Sheet Erosion (erosi lembaran) Adalah erosi dalam bentuk lembaran-lembaran pada permukaan tanah. Tejadi pengangkatan dan pemindahan tanah demikian merata pada bagian permukaan tanah.
2.      Rill Erosion (erosi alur), Daya aliran air dengan mudah terus akan melakukan pengikisan kebagian bawahnya, dengan demikian pengikisan terus merambat kebagian bawahnya lagi dan terbentuklah alur-alur pada permukaan tanah dari atas memanjang kebawah, alur ini adalah dangkal.
3.      Gully Erosion (erosi parit), Erosi parit sangat erat hubungannya dengan erosi alur, karena memang erosi parit melanjutkan aktivitas daya pengikisan partikel tanah pada alur-alur yang sudah terbentuk. Penggunaan intensif jalan setapak dihutan dapat menyebabkan pemadatan tanah, peningkatan aliran pemukaan, dan kemudian pembentukan parit-parit erosi (Laurence & Peter,1988:16).
4.      Stream Bank Erosion (erosi tebing sungai), Umumnya terjadi pada sungai sungai yang berbelok-belok tergantung dari derasnya arus sungai. Sungai yang lurus jarang sekali menimbulkan erosi tebing.
Dampak erosi tanah di tapak asal terjadinya erosi (on-site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis. Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutan partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanah menurut Goeswono Soepardi dalam bukunya “Sifat dan Ciri Tanah” adalah kehilangan unsur hara karena erosi.
Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangt besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
1.      Pelumpuran dan pendangkalan waduk
2.      Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
3.      Memburuknya kualitas air, dan
4.      Kerugian ekosistem perairan
Erosi yang terjadi akan menyebabkan tanah menjadi labil dan terkikis sehingga terjadi penurunan produktifitas tanah, produktifitas tanaman menjadi menurun, bencana alam yang merugikan bagi manusia dan keadaan alam, dan menjadi ancaman kehidupan bagi kehidupan makhluk hidup.
Upaya penangulangan erosi di Indonesia dilakukan dengan cara, antara lain : pertanian konservasi, pembuatan terasering/sengkedan, pembuatan guludan, penanaman dalam strip, penanaman menurut kontur, pengolahan tanah minimum, pemberian mulsa, dan budidaya sistem lorong. Berikut ini penjelasan tentang upaya-upaya penanggulangan erosi di Indonesia :
1.      Pertanian Konservasi
Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket teknologi untuk mananggulangi masalah tersebut juga sudah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah.
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk mengaawetkan tanah.
Dengan dilakukan konservasi tanah dan air diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah-tanah di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada sistem konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.
2.      Pembuatan terasering/sengkedan
Terasering itu adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga-tangga yang dapat digunakan pada timbunan atau galian yang tinggi. Lapisan tanah yang bertingkat-tingkat seperti tangga pada lahan pertanian, dibuat bertingkat supaya irigasinya mudah. Selain itu, dapat mencegah terjadinya longsor. Sengkedan biasanya digunakan pada lahan pertanian sawah di daerah yang miring di pegunungan. Terasering bertujuan agar dapat menangkap dan menyimpan air pada saat musim kemarau, sedangkan di musim hujan dapat menghambat laju aliran air atau run off.
3.      Pembuatan Guludan
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25 – 30 cm dengan lebar dasar sekitar 30 – 40 cm. Jarak antara guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan. Semakin curam lereng, semakin pendek jarak guludan; semakin peka tanah terhadap erosi semakin pendek jarak lereng; dan semakin tinggi erosivitas hujan, semakin pendek jarak lereng.
Untuk tanah dengan kepekaan erosinya rendah, guludan dapat diterapkan pada tanah dengan kemiringan sampai 8 %. Guludan dapat diperkuat dengan menanam rumput atau tanaman perdu. Pada lereng yang lebih curam dari 8 % atau tanah yang lebih peka erosi, guludan mungkin tidak akan mampu mengurangi erosi sampai batas laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Dalam keadaan ini dapat digunakan metode lain yaitu metode bersaluran. Guludan bersaluran juga dibuat memanjang menurut arah garis kontur  atau memotong lereng.  Pada guludan bersaluran  di sebelah atas sejajar dengan guludan dibuat saluran, seperti  tertera pada Gambar 1 (b). Ukuran guludan pada guludan bersaluran sama seperti guludan biasa, sedangkan kedalaman saluran adalah 25 sampai 40 cm dengan lebar 30 cm.
Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman rumput, perdu atau pohonan yang tidak begitu tinggi dan tidak rindang. Guludan bersaluran dapat dibuat pada lereng sampai 12%. Guludan bersaluran pada tanah permeabilitasnya tinggi dapat dibuat tepat menurut garis kontur. Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan bersaluran dibuat berlereng terhadap konsut  sebesar tidak lebih dari satu persen menuju ke arah saluran pembuangan. Tujuannya adalah agar air yang tidak dapat segera masuk ke dalam tanah disalurkan dengan kecepatan yang rendah ke luar lapangan.

4.      Penanaman dalam Strip
Penanaman dalam strip  (strip cropping) adalah suatu sistem bercocok tanam yang beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip yang berselang-seling pada sebidang tanah pada waktu yang sama dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Biasanya tanaman yang digunakan adalah tanaman pangan atau tanaman semusim lainnya diselingi dengan strip-strip tanaman yang tumbuh rapat berupa tanaman penutup tanah atau pupuk hijau. Dalam sistem ini semua pekerjaan dilakukan menurut  kontur dan dapat juga dikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman.
5.      Penanaman menurut Kontur
Pengolahan tanah / penanaman mengikuti garis kontur dilakukan pada lahan miring untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan. Garis kontur adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang tingginya sama dan berpotongan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan. Bangunan dan tanaman dibuat sepanang garis kontur dan disesuaikan dengan keadaan permukaan lahan.
Penanaman pada garis kontur dapat mencakup pula pembuatan perangkap tanah, teras bangku atau teras guludan, atau penanaman larikan. Pengolahan tanah dan penanaman mengikuti kontur banyak dipromosikan di berbagai daerah di Indonesia dalam mengembangkan pertanian yang berkelanjutan.
Keuntungan menanam sesuai garis kontur, antara lain :
·         Mengurangi aliran permukaan dan erosi
·         Mengurangi kehilangan unsur hara
·         Mempercepat pengolahan tanah apabila menggunakan tenaga ternak atau traktor karena luku atau alat pengolah tanah yang lain.
Kelemahan menanam sesuai kontur, antara lain :
·         Penentuan garis kontur yang kurang tepat dapat memperbesar resiko terjadinya erosi
·         Karena itu diperlukan ketrampilan khusus yang memadai untuk menentukan garis kontur
·         Membutuhkan pengerahan tenaga kerja yang cukup intensif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adposi
a.       Faktor biofisik
·         Perbaikan kondisi tanah dan peningkatan produktivitas cukup menarik bagi petani
·         Air yang terperangkap dalam parit meningkatkan penyerapan (infiltrasi) air ke dalam tanah dan produksi
b.      Faktor sosial ekonomi
·         Di daerah-daerah marginal yang tidak memperbolehkan adanya bangunan pengelolaan tanah dan penanaman mengikuti kontur merupakan alternatif yang tepat guna
·         Di banyak daerah para petani sudah biasa melakukan pekerjaan-pekerjaan budidaya menurut arah lereng (dari atas ke bawah) menggunakan peralatan tangan.
6.      Pengolahan Tanah Minimum
Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan  dan erosi  berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya / tenaga kerja untuk penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan rentan terhadap erosi.
Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang / kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa.
Keuntungan pengolahan tanah minimum, antara lain :
·        Menghindari kerusakan struktur tanah
·         Mengurangi aliran permukaan dan erosi
·         Memperlambat proses mineralisasi, sehingga penggunaan zat-zat hara dalam bahan-bahan organik lebih berkelanjutan.
·         Tenaga kerja yang lebih sedikit daripada pengelolaan penuh, sehingga mengurangi biaya produksi.
·         Dapat diterapkan pada lahan-lahan marginal yang jika tidak dengan cara ini mungkin tidak dapat diolah.
Kelemahan penolahan tanah minimum, antara lain:
·         Persiapan bedengan yang kurang memadai dapat menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan produksi yang rendah, terutama untuk tanaman seperti jagung dan ubi.
·         Perakaran mungkin terbatas dalam tanah yang berstruktur keras.
·         Lebih cocok untuk tanah yang gembur
·         Pemberian mulsa perlu dilakukan secara terus menerus
·         Herbisida diperlukan apabila pengendalian tanaman pengganggu tidak dilakukan secara manual / mekanis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi masyarakat terhadap pengolahan tanah minimum, yaitu :
a.       Faktor biofisik
·         Dalam perladangan berpindah tanpa pembakaran, tanah mungkin tertutup dengan timbunan dedaunan yang menyukarkan lahan tersebut dibajak
·         Tidak cocok untuk tanah yang tidak gembur
·         Pemberian mulsa merupakan persyaratan yang mutlak
·         Penggunaan herbisida terus-menerus mungkin dapat memberikan dampak negatif terhadap tanah dan air tanah.
b.      Faktor sosial ekonomi
·         Merupakan alternatif pengelolaan tanah tanpa penggunaan hewan.
·         Para petani dalam sistem berladang  berpindah biasanya sudah mengenal istem pengolahan minimum ini.
·         Biaya produksi relatif kecil
·         Dapat membentu dalam mengatasi keterbatasan tenaga kerja.
7.      Pemberian Mulsa
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta mengahmbat pertumbuhan gulma (rumput liar). Pilihan  bahan-bahan untuk mulsa tergantung pada bahan-bahan yang tersedia setempat.
Mulsa tanah dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
a.       Mulsa sisa tanaman
Mulsa ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
b.      Mulsa vertikal
Mulsa sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah secara vertikal untuk mengisi retak-retak dan rengkah pada penampang tanah. Cara lain untuk pemberian mulsa vertikal adalah dengan menggali parit menurut garis kontur dan membenamkan jerami atau sisa tanaman di dalamnya. Keunggulan mulsa vertikal, antara lain :
·         Meningkatkan kesuburan tanah karena menambah bahan organik
·         Meningkatkan peresapan air
·         Mengurangi erosi
·         Meningkatkan kehidupan jasad mikro dan makro di dalam tanah
·         Meningkatkan kelembaban tanah
c.       Mulsa lembaran plastik
Pemberian mulsa plastik bertujuan untuk mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan hama dan penyakit serta gulma, mempertahankan kelembaban tanah dan menjaga agar suhu tanah tetap tinggi. Lembaran plastic dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman.
d.      Mulsa batu
Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa  dipakai sebagai mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun rapat hingga tidak terlihat lagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm. Tebalnya lapisan mulsa tidak tidak tertentu, yang jelas permukaan tanah harus ditutupi. Manfaat mulsa berbatu, antara lain : memudahkan peresapan air hujan sehingga mengurangi penguapan air dari permukaan tanah, melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, dan menekan pertumbuhan gulma.
Keuntungan yang diperolah dengan penggunaan mulsa antara lain :
·         Melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan serta  mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
·         Menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) sehingga mengurangi (biaya tenaga kerja untuk penyiangan.
·         Mulsa yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah
·         Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah
·         Membantu menjaga suhu tanah serta mengurangi penguapan sehingga  mempertahankan kelembaban tanah sehingga pemanfaatan kelembaban tanah menjadi lebih efisien.
·         Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja / biaya rendah.
Kelemahan yang didapat jika menggunakan mulsa dalam upaya menanggulangi erosi antara lain :
·         Bahan-bahan mulsa mungkin menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit-penyakit tanaman. Namun hal ini masih perlu diteliti bagi setiap bahan mulsa yang digunakan.
·         Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah.
·         Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring.
·         Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia.
·         Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi penggunaan mulsa antara lain :
a.       Faktor biofisik
·         Hanya sesuai untuk daerah dengan curah hujan yang kurang atau tidak teratur.
·         Kurangnya bahan mulsa bisa menjadi kendala di daerah lahan kering.
b.      Faktor sosial ekonomi
·         Banyak petani yang lebih menyukai permukaan tanah yang tampak bersih, sementara adanya mulsa memberi kesan kotor.
·         Banyak petani telah terbiasa membakar sisa-sisa tanaman, dan tidak mengembalikan ke tanah.
·         Kekhawatiran akan timbulnya penyakit tanaman
·         Seringkali terdapat konflik kepentingan dalam penggunaan sisa panen tanaman; para petani yang memiliki ternak besar serperti sapi atau kerbau lebih suka menggunakan sisa-sisa tanaman sebagai pakan ternaknya.
·         Penggunaan mulsa lebih penting dalam kebun pekarangan atau pada tanaman hortikultura dari pada dalam sistem-sistem pertanian yang kurang intensif.
8.      Budidaya Sistem Lorong
Sistem pertanaman lorong (alley croping) adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong (alley) di antara barisan tanaman pagar. Pangkasan dari tanaman pagar digunakan sebagai mulsa yang diharapkan dapat menyumbangkan hara terutama nitrogen kepada tanaman lorong. Tanaman yang digunakan untuk tanaman pagar antara lain adalah lamtoro (Leucaena leucocephala), gliricidia (Gliricidia sepium), kaliandra (Caliandra calothyrsus) atau flemingia (Flemingia congesta).
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk tanaman pagar, antara lain :
a.       Tahan pemangkasan dan dapat bertunas kembali secara cepat sesudah pemangkasan.
b.       Menghasilkan banyak hijauan.
c.        Diutamakan yang dapat menambat nitrogen (N2) dari udara.
d.       Tingkat persaingannya dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
e.        Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
f.        Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar dan penghasil buah supaya mudah diadopsi petani.
Keuntungan sistem pertanaman lorong, antara lain:
a.       Dapat menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk tanaman lorong.
b.      Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi apabila tanaman pagar ditanam secara rapat menurut garis kontur.
Efektivitas budidaya lorong pada lahan pertanian berlereng miring dalam pengendalian aliran permukaan dan erosi ditentukan oleh perkembangan tanaman pagar serta jarak antar barisan tanaman pagar. Pada awal penerapan budidaya lorong aliran permukaan dan erosi dapat menerobos tanaman pagar yang belum tumbuh merapat, meskipun ditanam lebih dari satu baris tanaman. Pada kondisi demikian, tanaman pagar kurang efektif dalam menghambat aliran permukaan dan menjaring sedimen yang terangkut, sehingga dapat menghanyutkan pupuk dan bahan organik. Setelah tanaman pagar berkembang, persaingan penyerapan air, unsur hara dan sinar matahari antara tanaman pagar dengan tanaman budidaya dapat mengurangi produksi tanaman yang dibudidayakan.
Masalah sistem pertanaman lorong, antara lain :
a.       Tanaman pagar mengambil sekitar 5-15% areal yang biasanya digunakan untuk tanaman pangan/tanaman utama. Untuk itu, perlu diusahakan agar tanaman pagar dapat memberikan hasil langsung. Hal ini dapat ditempuh misalnya dengan menggunakan gliricidia sebagai tanaman pagar dan sekaligus sebagai tongkat panjatan bagi vanili atau lada. Cara lain misalnya dengan menanam kacang gude sebagai tanaman pagar.
b.       Sering terjadi persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman utama untuk  mendapatkan hara, air, dan cahaya. Cara mengatasinya adalah dengan memangkas tanaman pagar secara teratur supaya pertumbuhan akarnya juga terbatas.
c.        Kadang-kadang terjadi pengaruh alelopati dan berkembangnya hama atau penyakit pada tanaman pagar yang dapat mengganggu tanaman pangan.
d.       Tenaga kerja yang diperlukan untuk penanaman dan pemeliharaan tanaman pagar cukup tinggi.
9.      Pemberian Bahan Organik
Pemberian bahan organik ini ditujukan agar dapat menahan laju infiltrasi karena bahan organik dapat menyerap air. Selain itu bahan organik juga dapat memantapkan agregat tanah sehingga lebih kuat menahan laju run off dan dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti aerasi drainasi, struktur tanah, menyuburkan tanah, meningkatkan pengikatan unsur hara, meningkatkan aktifitas biota tanah. Setelah itu dapat diupayakan pemberian mulsa penutup tanah, misalnya tanaman rumput ataupun tanaman lain yang dapat berfungsi sebagai cover crop.
10.  Rotasi Tanaman
Rotasi tanaman dalah menanam tanaman secara bergilir di suatu lahan pertanian. Tanaman di tanam secara berselang-seling untuk memberikan waktu pada tanah untuk memberikan kesuburan, karena tanah yang subur memberikan keuntungan yang banyak bagi makhluk hidup terutama yang tinggal di permukaan tanah. Contohnya pada suatu lahan di gilir antara palawija dengan tanaman pangan. Rotasi tanaman ditujukan karena kebutuhan nutrisi antara suatu tanaman berbeda-beda dan mengurangi retensi hama penyakit pada suatu tanaman.